MAPALUS, Budaya Gotong Royong yang Tak Lekang Oleh Waktu

Mapalus- Daerah Minahasa terkenal dengan daerah yang memiliki geografis perbukitan dan juga masyarakat yang penuh dengan keberagaman budaya. 

Orang orang telah mengenal suku Minahasa sejak dahulu yang mendiami bukan hanya daerah perbukitan tetapi juga mendiami daerah yang ada di sekitar pantai. 

Misalnya Tonsea sebagai salah satu Sub Suku Minahasa yang mendiami sampai daerah Bitung. Kedatangan bangsa luar seperti Portugis, Spanyol dan juga Belanda telah membuktikan bahwa suku Minahasa sebagai Suku yang memiliki keberadaan penting dan diperhitungkan di daerah Sulawesi Utara sendiri. 

Sebagai suku terbesar di Sulawesi Utara, Suku Minahasa telah tersebar di semua pelosok yang ada di Sulawesi Utara dengan membawa kebudayaan Sub Suku.


MAPALUS, Budaya Gotong Royong yang Tak Lekang Oleh Waktu
image: google.com
   




Dalam suku Minahasa pun yang terdiri dari sembilan sub suku ini, tidak mengenal adanya sistem kerajaan seperti pada sistem suku yang lainya yang ada di Indonesia. Kata Minahasa sendiri memiliki arti yaitu "Satu Tanah/Negara" akan tetapi semua sembilan suku ini memiliki sembilan walak atau pemimpin suku masing masing. Tradisi ataupun kebudayaan yang muncul pun otomatis memiliki kesamaan satu sama lain seperti acara kebudayaan yang diwariskan turun temurun yaitu “Pengucapan” dimana kegiatan ini dirayakan pada saat musim panen dengan tujuan sebagai ucapan syukur kepada Yang Maha Kuasa. Kegiatan atau tradisi gotong royong pun lekat dengan gaya hidup dari orang Minahasa atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mapalus.



Asal Usul Mapalus

Mapalus berasal dari daerah provinsi Sulawesi Utara dan lebih tepatnya dari Suku Minahasa. Kegiatan untuk saling membantu satu sama lain atau Mapalus ini telah terbentuk di dalam tatanan kehidupan masyarakat Minahasa sudah lama dan menjadi gaya hidup dari orang Minahasa untuk saling membantu sama lain. Kebudayaan Mapalus ini melekat di setiap pribadi orang orang Minahasa dan kata Mapalus berasal dari kata "Ma" yang memiliki arti sebagai suatu proses yang aktif dan "palus" yang dicurahkan. Sehingga arti Mapalus sendiri lebih mengacu kepada proses untuk saling mencurahkan atau berbagi dengan sesama. Yang harus diketahui adalah Sejarah Mapalus ini telah dilakukan oleh suku Minahasa jauh sebelum masuknya agama Kristen atau agama yang lainnya di tanah Minahasa.


Praktek gotong royong telah ada memang dalam kehidupan bermasyarakat yang berfungsi untuk memberikan pertolongan bagi sesama. Hal inilah yang menjadi prinsip dari Mapalus ini. Ciri budaya Mapalus ini tentunya terbentuk dalam sistem organisasi sosial pada suku suku yang ada di Minahasa. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya struktur dari pemimpin (Walak) sampai pekerja di bidang bidang tertentu. Misalnya Petani, Pemburu ataupun pejuang. Dalam ukiran ukiran yang ada di Waruga (kuburan Kuno orang Minahasa) terdapat beberapa simbol seperti air, ataupun ular yang melambangkan pekerjaan semasa hidup orang tersebut.


Mapalus sendiri dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat orang Minahasa. Dengan tujuan untuk mempererat hubungan sosial dan mempererat persatuan dari kelompok suku di Minahasa. Misalnya acara pemindahan rumah adat (yang terbuat dari kayu) di dalam kampung ke lokasi yang berbeda. Pemimpin kampung biasanya akan menginstruksikan kepada warga desa untuk secara bersama sama mengangkat rumah adat tersebut dan pemilik rumah akan menyediakan makanan ataupun cemilan dan kopi bagi masyarakat yang ikut terlibat.   


    Di dunia yang serba digital ini pun menjadi tantangan bagi setiap pribadi yang ada dalam mempraktekkan falsafah hidup mapalus ini. Sebab keberadaan mapalus ini merupakan bentuk dari gotong royong dan juga kebersamaan sosial dimana menunjukkan bagaimana seharusnya kita hidup sebagai manusia yaitu harus saling menolong sebagai makhluk sosial. Saat ini di desa desa Minahasa sendiri bisa dilihat aktifnya kegiatan mapalus ini pada perkumpulan atau kelompok tertentu misalnya Mapalus Tani dimana kegiatan gotong royong yang dilakukan oleh penduduk desa dalam melakukan panen raya atau membersihkan sawah bersama sama. Biasanya pemilik sawah akan menyediakan makanan dan minuman bagi penduduk yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Pada tempo dulu pada saat kegiatan bercocok tanam secara gotong royong akan dilakukan nyanyian secara bersama sama untuk memberikan ritme dan semangat dalam melakukan kegiatan tersebut.


Faktor Faktor yang Mendorong Tercipta Mapalus

Masyarakat tentunya memerlukan bantuan dari masyarakat lainnya. Hal ini tercipta dikarenakan adanya kebutuhan yang dimiliki. Tujuan dari kerja sama Mapalus ini adalah untuk saling membantu dikarenakan pihak yang membutuhkan pertolongan tidak bisa mengerjakan sendiri sehingga membutuhkan pihak lain dalam memenuhi kebutuhannya. Namun yang harus digaris bawahi adalah ketika dilaksanakan Mapalus maka kegiatan ini bukan didasarkan atas jual jasa akan tetapi bantuan yang diberikan secara ikhlas sebagai dampak dari kebutuhan sosial dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.


Beberapa peninggalan seperti batu Tumotowa ataupun lesung batu di beberapa lokasi situs budaya yang ada di daerah Minahasa seakan menceritakan tatanan sosial yang terjadi secara gotong royong ataupun contoh yang lainnya yaitu ladang pekuburan Waruga. Daerah pekuburan waruga sendiri yang ditata tentunya merupakan hasil dari interaksi sosial sesama. Jika kita melihat salah satu Waruga Walak yang beratnya bisa mencapai 1000 kg itu dengan bermacam ukiran yang terpahat  

Di tengah tuntutan modernisasi yang memberikan paham individualisme lebih tinggi, masyarakat Minahasa masih berusaha tetap untuk mempertahankan jiwa dari Mapalus sendiri di ruang lingkup pedesaan. Walaupun daerah perkotaan sendiri kehidupan secara sosial itu secara perlahan terkikis namun bukan berarti tidak ada kegiatan mapalus yang tidak dilakukan. 



Semangat Leluhur Minahasa

    Banyak hal yang harus menjadi pekerjaan rumah bagi generasi saat ini. Di tengah hantaman digitalisasi yang memberikan kurangnya interaksi sosial di antara masyarakat, diperlukan adanya inovasi dan kesadaran terhadap pentingnya gaya hidup Mapalus ini dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai warisan semangat dari leluhur Minahasa sangat diharapkan adanya kegiatan kegiatan yang bisa memicu kecintaan terhadap tradisi tradisi seperti ini. Misalnya kegiatan yang bisa menjadi stimulan dalam pelajaran sekolah yaitu pengenalan warisan lokal atau pembelajaran terhadap situs situs budaya sekitar ataupun kegiatan menanam Padi secara gotong royong. Hal kecil seperti ini bisa memberikan dampak signifikan terhadap mental dari generasi muda akan pentingnya interaksi sosial dan juga dalam penerapan jiwa Mapalus bagi generasi muda masyarakat Minahasa.


Di daerah pedesaan masyarakat lokal masih melakukan hal seperti ini sehingga bukan hanya menjadi tradisi akan tetapi juga gaya hidup dari setiap pribadi orang Minahasa. Walaupun masyarakat Minahasa telah terbagi secara administratif seperti Kabupaten Minahasa Induk, Kabupaten Minahasa Utara dan lainnya namun tradisi ini tetap terus dijalankan untuk kemakmuran dan kesejahteraan bersama 


Semoga di masa modernisasi ini tentunya kita sangat berharap falsafah hidup ini tetap terpelihara dan juga tetap diajarkan kembali ke generasi milenial saat ini sehingga bukan hanya budaya yang tetap hidup tetapi juga rasa kepedulian terhadap sesama juga tetap terjaga.